BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengambilan keputusan secara
universal didefinisikan sebagai pemilihan diantara berbagai alternative.
Pengertian ini mencakup baik pembuatan pilihan maupun pemecahan masalah. Pengambilan keputusan itu sendiri
merupakan suatu proses beruntun yang memerlukan penggunaan model secara tepat. Menurut
Herbert A. Simon,
Proses pengambilan keputusan pada hakekatnya terdiri atas tiga langkah utama,
yaitu :
- Kegiatan Intelijen : Menyangkut pencarian berbagai kondisi lingkungan yang diperlukan bagi keputusan.
- Kegiatan Desain : Tahap ini menyangkut pembuatan pengembangan dan penganalisaan berbagai rangkaian kegiatan yang mungkin dilakukan.
- Kegiatan Pemilihan : Pemilihan serangkaian kegiatan tertentu dari alternative yang tersedia.
Sedangkan menurut Scott dan Mitchell, Proses
pengambilan keputusan meliputi:
Proses pencarian/penemuan tujuan
- Formulasi tujuan
- Pemilihan Alternatif
- Mengevaluasi hasil-hasil
Pendekatan konperhensif lainnya
adalah dengan menggunakan analisis system, Menurut ELBING ada lima
langkah dalam proses pengambilan keputusan:
- Identifikasi dan Diagnosa masalah
- Pengumpulan dan Analisis data yang relevan
- Pengembangan dan Evaluasi alternative alternative
- Pemilihan Alternatif terbaik
- Implementasi keputusan dan Evaluasi terhadap hasil-hasil
Pentingnya model dalam suatu
pengambilan keputusan, antara lain sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah hubungan
yang bersifat tunggal dari unsur - unsur
itu ada relevansinya terhadap masalah yang akan dipecahkan/diselesaikan itu.
2. Untuk memperjelas ( secara
eksplisit ) mengenai hubungan signifikan diantara unsure -unsur itu.
3. Untuk merumuskan hipotesis
mengenai hakikat hubungan -
hubungan antar variable. Hubungan ini biasanya dinyatakan dalam bentuk
matematika.
4. Untuk memberikan pengelolaan
terhadap pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan
itu sendiri merupakan proses yang membutuhkan penggunaan model yang tepat.
Pengambilan keputusan itu berusaha menggeser keputusan yang semula tanpa
perhitungan menjadi keputusan yang penuh perhitungan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa saja model –
model proses pengambilan keputusan ?
1.2.2 Apa saja tipe –
tipe proses pengambilan keputusan ?
1.2.3 Apa saja faktor –
faktor yang mempengaruhi pemecahan
masalah ?
1.2.4 Bagaimana pengambilan
keputusan untuk pembelian ulang ?
1.2.5 Mengapa melakukan diagnosa terhadap
perilaku konsumen ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Memahami model – model proses
pengambilan keputusan
1.3.2 Memahami tipe – tipe proses
pengambilan keputusan
1.3.3 Mengetahui faktor – faktor
yang mempengaruhi pemecahan masalah
1.3.4 Memahami pengambilan
keputusan untuk pembelian ulang
1.3.5 Melakukan diagnosa terhadap
perilaku konsumen
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Model - Model Pengambilan keputusan
A. Model Perilaku Pengambilan
keputusan
- Model Ekonomi, yang dikemukakan oleh ahli ekonomi klasik dimana keputusan orang itu rasional, yaitu berusaha mendapatkan keuntungan marginal sama dengan biaya marginal atau untuk memperoleh keuntungan maksimum.
- Model Manusia Administrasi, Dikemukan oleh Herbert A. Simon dimana lebih berprinsip orang tidak menginginkan maksimalisasi tetapi cukup keuntungan yang memuaskan.
- Model Manusia Mobicentrik, Dikemukakan oleh Jennings, dimana perubahan merupakan nilai utama sehingga orang harus selalu bergerak bebas mengambil keputusan.
- Model Manusia Organisasi, Dikemukakan oleh W.F. Whyte, model ini lebih mengedepankan sifat setia dan penuh kerjasama dalam pengambilan keputusan.
- Model Pengusaha Baru, Dikemukakan oleh Wright Mills menekankan pada sifat kompetitif.
- Model Sosial, Dikemukakan oleh Freud Veblen dimana menurutnya orang seringb tidak rasional dalam mengambil keputusan diliputi perasaan emosi dan situsai dibawah sadar.
B.
Model Preskriptif
dan Deskriptif
Fisher mengemukakan bahwa pada
hakekatnya ada 2 model pengambilan keputusan, yaitu:
- Model Preskriptif, Pemberian resep perbaikan, model ini menerangkan bagaimana kelompok seharusnya mengambil keputusan.
- Model Deskriptif, Model ini menerangkan bagaimana kelompok mengambil keputusan tertentu.
Model
preskriptif berdasarkan pada proses yang ideal sedangkan model deskriptif
berdasarkan pada realitas observasi.
Model
Kuantitatif, (
dalam hal ini adalah model matematika ) adalah serangkaian asumsi yang tepat
yang dinyatakan dalam serangkaian hubungan matematis yang pasti. Ini dapat
berupa persamaan, atau analisis lainnya, atau merupakan intruksi bagi computer
yang berupa program-program untuk computer. Adapun ciri-ciri pokok model ini
ditetapkan secara lengkap melalui asumsi-asumsi dan kesimpulan berupa
konsekuensi logis dari asumsi-asumsi tanpa menggunakan pertimbangan atau
instuis mengenai proses dunia nyata ( praktik ) atau permasalahan yang dibuat
model untuk pemecahannya.
Model Kualitatif, berdasarkan atas asumsi-asumsi
yang ketepatannya agak kurang jika dibandingkan dengan model kuantitatif dan
ciri-cirinya digambarkan melalui kombinasi dari deduksi-deduksi asumsi-asumsi
tersebut dengan pertimbangan yang lebih bersifat subjektif mengenai proses atau
masalah yang pemecahannya dibuatkan model. Gullet dan Hicks memberikan beberapa
klasifikasi model pengambilan keputusan yang kerapkali digunakan untuk
memecahkan masalah yang seperti itu ( yang hasilnya kurang diketahui dengan
pasti ).
2.2
Tipe – Tipe Proses Pengambilan Keputusan
Tipe
Pengambilan keputusan ( Decision making) : adalah tindakan manajemen dalam
pemilihan alternative untuk mencapai sasaran.
Keputusan dibagi dalam 3 tipe :
- Keputusan terprogram/keputusan terstruktur : keputusan yang berulang – ulang dan rutin, sehingga dapat diprogram. Keputusan terstruktur terjadi dan dilakukan terutama pada manjemen tingkat bawah. Cotoh : keputusan pemesanan barang, keputusan penagihan piutang, dll.
- Keputusan setengah terprogram/setengah terstruktur : keputusan yang sebagian dapat diprogram, sebagian berulang – ulang dan rutin dan sebagian tidak terstruktur. Keputusan ini seringnya bersifat rumit dan membutuhkan perhitungan – perhitungan serta analisis yang terperinci. Contoh : Keputusan membeli sistem komputer yang lebih canggih, keputusan alokasi dana promosi.
- Keputusan tidak terprogram/ tidak terstruktur : keputusan yang tidak terjadi berulang – ulang dan tidak selalu terjadi. Keputusan ini terjadi di manajemen tingkat atas. Informasi untuk pengambilan keputusan tidak terstruktur tidak mudah untuk didapatkan dan tidak mudah tersedia dan biasanya berasal dari lingkungan luar.
2.3
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemecahan Masalah
- Trial & error : Coba dan salah. Cara ini merupakan metode yang paling rendah tingkatannya, dilakukan oleh orang yang belum pernah mengalami/ mengenal dan belum tahu sama sekali. Dalam keperawatan ini sangat berbahaya dan tidak boleh dilakukan. Contohnya : ada klien panas, dicoba diurut, dicoba diberi makan, dicoba ditiup, tdk berhasil dicoba diberi minum, dibuka baju, diberi kompres sampai berhasil panasnya turun, dll.
- Intuisi : penyelesaian masalah dengan intuisi atau naluri/ bisikan hati. Penyelesaian dengan cara ini kurang dianjurkan dalam metode ilmiah, karena tidak mempunyai dasar ilmiah. Kadang-kadang metode ini juga dapat memberikan jalan keluar bila intuisi ini berdasarkan analisis atau pengalaman, dan pengetahuan yang dimiliki.
- Nursing process : Proses keperawatan merupakan suatu langkah penyelesaian masalah yang sistematis dan didukung oleh rasionalisasi secara ilmiah meliputi : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang merupakan suatu siklus untuk mengatasi masalah yang terjadi pada klien.
- Scientifik methode/Research Process : Proses riset/ penelitian merupakan suatu penyelesaian masalah berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan logika, dengan pendekatan yang sistematis
2.4
Pengambilan Keputusan untuk Pembelian Ulang
Dengan melakukan pembelian Produk
mie instan sebagaimana diketahui adalah salah satu produk makanan cepat saji
yang semakin lama semakin banyak digemari masyarakat karena kemudahan dalam hal penyajiannya. Demikian juga bagi kalangan mahasiswa yang sebagian besar berdomisili jauh dari
orang tua, produk ini merupakan makanan cepat saji yang biasa dikonsumsi karena
harganya yang terjangkau, mudah didapatkan dan sifatnya yang tahan lama. Dengan semakin banyaknya mie instan yang ada di pasaran berarti memberikan keleluasaan bagi konsumen untuk memilih merk yang sesuai dengan keinginannya.
Oleh karena itu perlu bagi perusahaan untuk menganalisis perilaku konsumen mie instan untuk mengetahui pola pembeliannya. Dengan banyaknya merk mie instan yang ada di pasaran akan mendorong perusahaan bersaing mendapatkan calon konsumen melalui berbagai strategi yang tepat, misalnya mengubah kemasan, warna, aroma, promosi dan harga. Lebih jauh lagi produsen dalam mendistribusikan produknya ke pasar konsumen berusaha agar produknya dapat diterima sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen.
Oleh karena itu perlu bagi perusahaan untuk menganalisis perilaku konsumen mie instan untuk mengetahui pola pembeliannya. Dengan banyaknya merk mie instan yang ada di pasaran akan mendorong perusahaan bersaing mendapatkan calon konsumen melalui berbagai strategi yang tepat, misalnya mengubah kemasan, warna, aroma, promosi dan harga. Lebih jauh lagi produsen dalam mendistribusikan produknya ke pasar konsumen berusaha agar produknya dapat diterima sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen.
2.5 Diagnosa Terhadap Perilaku
Konsumen
Persaingan dalam
dunia bisnis dimasa sekarang baik di pasar dalam negeri/domestik mapun di pasar
luar negeri. Apalagi negara Indonesa yang telah melakukan Asean Free Trade Area
(AFTA) pada tahun 2002, hal ini berarti pelaku bisnis yang ada di dalam negeri
selain mereka harus bersaing dengan pelaku bisnis lokal mereka juga bersaing
dengan pelaku bisnis luar negri karena mereka telah dibebaskan bea masuk produk
yang mereka tawarkan di pasar dalam negeri. untuk mengenakan persaingan,
perusahaan harus mampu memberikan kepada para pelanggannya, misalnya dengan
memberikan produk yang mutunya lebih baik, harganya baik, pelayanannya lebih
baik dari para pesaingnya.
Tidak sedikit orang yang bingung memilih bank yang tepat. Maraknya iklan perbankan yang juga mensponsori beberapa acara televisi membuat masyarakat awam bingung menabung dibank mana. Banyak masyarakat terjebak pada bunga menggiurkan, fasilitas Phone banking (layanan informasi perbankan melalui telepon genggam), kerja sama dengan beberapa bank lain, layanan satu atap serta layanan lain yang diiming-imingi iklan, televisi dan media cetak. Setelah terpikat oleh janji-janji tersebut akhirnya mereka harus menyesal menjadi nasabah tersebut.
Deregulasi finansial di Indonesa dimulai dengan dikeluarkannya paket juni 1983. kebijakan ini merupakan kebijakan awal yang memberi kebebasan kepada dunia perbankan. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mendorong dan meningkatkan efisiensi dan profesionalisme melalui terciptanya mekanisme pasar yang sehat di bidang manajemen dana bank.Dalam kondisi yang demikian bank tidak boleh hanya duduk
menunggu datangnya nasabah, bank dituntut untuk bersikap lebih agresif dan bekerja lebih profesional, sehinggga mampu untuk menjabarkan situasi yang sedang dihadapi dan mampu melihat kedepan sehingga para nasabah akan merasa bahwa bank merupakan penasehatnya yang lebih terpecaya. Hal ini harus didukung dengan peningkatan pelayanan terhadap nasabah.
Persaingan perbankan nasional menjadi semakin ketat. Pesaing bank bukan hanya sesama bank, baik bank nasional maupun bank asing, tetapi juga dengan lembaga keuangan bukan bank. Seperti modal Ventura, leasing dan lembaga pembiayaan lainnya. Disisi lain dengan perkembangan dan berubahnya masyarakat akan berpengaruh pada tingkah laku masyarakat (konsumen). Perbankan dituntut untuk dapat melakukan segmentasi pasar didasarkan pada kebutuhan konsumen (nasabah) dan segmentasi kejiwaan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa dengan semakin ketatnya persaingan antara bank tersebut muncul permasalahan baru yaitu kebutuhan produsen (perbankan) dipasar berupa perebutan untuk mendapartan tempat dihati konsumen yang merupakan salah satu aspek yang cukup mendasar bagi sektor perbankan untuk dapat tetap survive.
Oleh karena itu kepuasan konsumen merupakan masalah penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan termasuk bank. Perilaku konsumen mencerminkan mengapa seseorang konsumen membeli suatu produk dan bagaiamana konsumen itu memilih dan membeli suatu produk. Konsumen akan membeli suatu produk untuk memenuhi kebutuhan yang diharapkannya. Oleh karena itu seorang konsumen akan memilih barang yang memenuhi harapannya.
Dengan mengkaji perilaku konsumen perusahaan dapat mengetahui tentang hasil diagnosa siapa dan apa serta bagaimana kebenaran tentang pemakaian suatu poduk. Dari perilaku konsumen menyenangi produk saingan dan kurang menyenangi produk yang dihasilkan suatu perusahaan. Misalnya mengapa seorang nasabah lebih suka mendepositokan uangnya di bank mandiri atau bank BTN dari pada BCA atau bank swasta lainnya, hal tersebut dapat diketahui dari perilaku konsumen.
Tidak sedikit orang yang bingung memilih bank yang tepat. Maraknya iklan perbankan yang juga mensponsori beberapa acara televisi membuat masyarakat awam bingung menabung dibank mana. Banyak masyarakat terjebak pada bunga menggiurkan, fasilitas Phone banking (layanan informasi perbankan melalui telepon genggam), kerja sama dengan beberapa bank lain, layanan satu atap serta layanan lain yang diiming-imingi iklan, televisi dan media cetak. Setelah terpikat oleh janji-janji tersebut akhirnya mereka harus menyesal menjadi nasabah tersebut.
Deregulasi finansial di Indonesa dimulai dengan dikeluarkannya paket juni 1983. kebijakan ini merupakan kebijakan awal yang memberi kebebasan kepada dunia perbankan. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mendorong dan meningkatkan efisiensi dan profesionalisme melalui terciptanya mekanisme pasar yang sehat di bidang manajemen dana bank.Dalam kondisi yang demikian bank tidak boleh hanya duduk
menunggu datangnya nasabah, bank dituntut untuk bersikap lebih agresif dan bekerja lebih profesional, sehinggga mampu untuk menjabarkan situasi yang sedang dihadapi dan mampu melihat kedepan sehingga para nasabah akan merasa bahwa bank merupakan penasehatnya yang lebih terpecaya. Hal ini harus didukung dengan peningkatan pelayanan terhadap nasabah.
Persaingan perbankan nasional menjadi semakin ketat. Pesaing bank bukan hanya sesama bank, baik bank nasional maupun bank asing, tetapi juga dengan lembaga keuangan bukan bank. Seperti modal Ventura, leasing dan lembaga pembiayaan lainnya. Disisi lain dengan perkembangan dan berubahnya masyarakat akan berpengaruh pada tingkah laku masyarakat (konsumen). Perbankan dituntut untuk dapat melakukan segmentasi pasar didasarkan pada kebutuhan konsumen (nasabah) dan segmentasi kejiwaan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa dengan semakin ketatnya persaingan antara bank tersebut muncul permasalahan baru yaitu kebutuhan produsen (perbankan) dipasar berupa perebutan untuk mendapartan tempat dihati konsumen yang merupakan salah satu aspek yang cukup mendasar bagi sektor perbankan untuk dapat tetap survive.
Oleh karena itu kepuasan konsumen merupakan masalah penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan termasuk bank. Perilaku konsumen mencerminkan mengapa seseorang konsumen membeli suatu produk dan bagaiamana konsumen itu memilih dan membeli suatu produk. Konsumen akan membeli suatu produk untuk memenuhi kebutuhan yang diharapkannya. Oleh karena itu seorang konsumen akan memilih barang yang memenuhi harapannya.
Dengan mengkaji perilaku konsumen perusahaan dapat mengetahui tentang hasil diagnosa siapa dan apa serta bagaimana kebenaran tentang pemakaian suatu poduk. Dari perilaku konsumen menyenangi produk saingan dan kurang menyenangi produk yang dihasilkan suatu perusahaan. Misalnya mengapa seorang nasabah lebih suka mendepositokan uangnya di bank mandiri atau bank BTN dari pada BCA atau bank swasta lainnya, hal tersebut dapat diketahui dari perilaku konsumen.
DAFTRA
PUSTAKA
http://sugenk.staff.gunadarma.ac.idhttp://dedenur.wordpress.com
http://www.wattpad.com
http://maryamspkom.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar